80 TAHUN MERDEKA, SIAPA YANG MENJAGA API PENDIDIKAN? OLEH H.NANANG.S.H.KETUA DEWAN PENDIDIKAN KAB GARUT

80 TAHUN MERDEKA, SIAPA YANG MENJAGA API PENDIDIKAN? OLEH H.NANANG.S.H.KETUA DEWAN PENDIDIKAN KAB GARUT

 

Berita Lainnya

Krimsus86.com – Garut, 17 Agustus 2025 Kemerdekaan yang Belum Tuntas Delapan puluh tahun lalu, di sebuah pagi yang penuh haru, bangsa ini berdiri tegak di bawah langit merah putih. Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan dengan suara lantang, menggetarkan dada rakyat dari Sabang sampai Merauke. Kemerdekaan itu bukan sekadar lepas dari penjajahan, melainkan janji luhur untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

 

Namun, kini, delapan dekade telah berlalu. Indonesia sudah dewasa sebagai bangsa, tapi pertanyaan yang mengusik hati setiap kita adalah: apakah api pendidikan yang dijanjikan itu masih menyala, ataukah perlahan meredup?

 

Kemerdekaan sejati bukan hanya bebas berbendera, melainkan bebas dari kebodohan, bebas dari kemiskinan, bebas dari keterbelakangan. Kemerdekaan itu hanya akan nyata jika setiap anak bangsa, dari kota hingga pelosok, dari pesisir hingga pegunungan, memperoleh hak yang sama untuk belajar dengan bermartabat.

 

Sayangnya, di balik gegap gempita HUT RI ke-80, masih banyak ruang kelas yang bocor, guru yang menangis karena gaji tak sebanding dengan pengorbanan, dan anak-anak yang berjalan berkilo-kilometer hanya untuk duduk di bangku sekolah reyot.

 

Api yang Pernah Dinyalakan

 

Para pendiri bangsa sadar, tanpa pendidikan, kemerdekaan hanya ilusi. Ki Hajar Dewantara mengajarkan, “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”. Ia tidak hanya bicara soal metode belajar, tetapi tentang filosofi membentuk manusia merdeka.

 

Bung Karno pernah menegaskan, revolusi tanpa pendidikan hanya akan melahirkan bangsa yang rapuh. Bahkan, Bung Hatta dengan lantang berkata: “Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.”

 

Itulah api pendidikan yang dulu menyala. Api yang membuat anak desa berani bermimpi jadi dokter, anak nelayan bercita-cita jadi insinyur, anak Garut menembus universitas ternama.

 

Namun api itu tidak bisa hidup sendiri. Ia butuh bahan bakar: guru yang ikhlas, negara yang peduli, masyarakat yang mendukung, dan anak-anak yang berani bermimpi.

 

Cermin Luka Pendidikan Bangsa Mari kita tengok Garut, kota yang dikenal sebagai Swiss van Java. Di balik panorama indah gunung Papandayan, Cikuray, dan Kamojang, ada kenyataan pahit yang tak selalu nampak di baliho peringatan kemerdekaan.

 

Masih ada sekolah dasar yang gentingnya bocor, sehingga ketika hujan, murid-murid harus memindahkan bangku agar tidak kebasahan. Masih ada guru honorer yang digaji setara uang jajan anak SMP di kota. Masih ada anak-anak yang memilih membantu orang tua di sawah atau berdagang di pasar, ketimbang melanjutkan sekolah.

 

Garut bukan satu-satunya. Apa yang terjadi di Garut juga terjadi di pelosok Jawa Barat, bahkan di berbagai sudut Indonesia. Ini bukan sekadar masalah anggaran, melainkan masalah prioritas dan kesadaran kolektif.

 

Jika bangsa ini benar-benar ingin bersatu, berdaulat, menyejahterakan rakyat, dan memajukan Indonesia sebagaimana tema HUT RI ke-80 maka pendidikan harus diletakkan di pusat perjuangan.

 

80 Tahun Merdeka Pendidikan Masih Tertinggal

Apa arti 80 tahun merdeka jika masih ada jutaan anak Indonesia putus sekolah?

Apa makna berdaulat jika kurikulum kita selalu bergantung pada tren global tanpa jati diri bangsa?

Apa gunanya rakyat sejahtera jika guru pilar utama Pendidikan hidup dalam kekurangan?

Fakta yang tidak bisa disangkal: Menurut data, masih ada ribuan sekolah rusak di Indonesia.

 

Angka putus sekolah meningkat di beberapa daerah karena faktor ekonomi. Kesenjangan antara kota dan desa begitu mencolok, bukan hanya dari sisi infrastruktur, tetapi juga kualitas guru dan akses teknologi.

 

Pendidikan kita masih terjebak pada angka-angka: nilai rapor, hasil ujian, akreditasi. Padahal, tujuan pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya manusia yang merdeka berpikir, berakhlak mulia, dan mampu mengelola masa depan.

 

Siapa yang Menjaga Api Itu? Pertanyaan besar yang harus kita renungkan bersama siapa yang menjaga api pendidikan itu sekarang?

 

Apakah pemerintah, dengan segala kebijakan yang kadang jauh dari realitas sekolah di desa? Apakah guru, yang sebagian besar berjuang sendirian dengan gaji minim dan tuntutan administrative yang menumpuk? Apakah orang tua, yang sering menyerahkan seluruh beban pendidikan kepada sekolah?

 

Apakah masyarakat, yang masih lebih bangga membangun gapura megah 17 Agustusan ketimbang memperbaiki perpustakaan desa?

 

Kebenarannya Adalah menjaga api pendidikan adalah tanggung jawab kita semua. Jika salah satu abai, api itu akan padam.

 

Pendidikan sebagai Jalan Menuju Indonesia Maju Tema besar HUT RI ke-80 berbunyi: “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju.” Kalimat ini akan kosong tanpa pendidikan.

Bersatu: tidak akan ada persatuan jika pendidikan membiarkan kesenjangan antara kaya dan miskin, kota dan desa.

Berdaulat: bangsa tidak akan berdaulat jika ilmu pengetahuan dan teknologi kita hanya menjadi konsumen, bukan produsen.

Rakyat Sejahtera: kesejahteraan hanya tercapai jika rakyat punya keterampilan dan ilmu yang memadai.

Indonesia Maju: tidak ada kemajuan tanpa pendidikan yang visioner, berkarakter, dan merata.

 

Pendidikan Investasi atau Beban?

Selama ini, pendidikan sering dipandang sebagai beban anggaran. Padahal, pendidikan adalah investasi masa depan. Negara-negara yang kini maju bukan karena kaya sumber daya alam, melainkan karena serius membangun pendidikan. Jepang, Korea Selatan, Finlandia semua menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama setelah mengalami keterpurukan.

 

Indonesia pun bisa. Tapi syaratnya jelas keberanian politik untuk menjadikan pendidikan sebagai pondasi, bukan sekadar jargon.

 

Renungan untuk Guru, Orang Tua, dan Pemimpin

Untuk guru jangan biarkan idealisme padam. Keringat dan air mata Anda adalah bahan bakar api pendidikan bangsa.

Untuk orang tua jangan serahkan semua pada sekolah. Rumah adalah sekolah pertama, ibu adalah guru sejati.

Untuk pemerintah jangan hanya hadir saat peringatan HUT RI. Hadirlah juga saat genting sekolah roboh, saat guru menjerit, saat anak-anak putus sekolah.

Untuk Masyarakat jangan hanya meriahkan lomba tujuh belasan. Jadikan setiap hari sebagai perjuangan memerdekakan anak-anak dari kebodohan.

 

Api Itu Harus Kita Jaga

Kemerdekaan 80 tahun ini seharusnya tidak hanya dirayakan dengan karnaval dan pesta kembang api, melainkan dengan tekad baru untuk menjaga api pendidikan. Api itu bisa padam jika kita lalai, tetapi juga bisa berkobar jika kita rawat bersama.

 

Bayangkan, jika setiap desa punya sekolah yang layak, setiap guru dihargai, setiap anak diberi kesempatan yang sama, maka Indonesia tidak hanya merayakan kemerdekaan, tetapi juga mewariskan masa depan.

 

Delapan puluh tahun yang lalu, bangsa ini menandatangani janji suci: merdeka untuk selamanya.

Tapi janji itu akan hampa jika anak-anak bangsa masih terbelenggu oleh ketidakadilan pendidikan.

Maka pertanyaannya Kembali 80 tahun merdeka, siapa yang menjaga api pendidikan? Jawabannya seharusnya satu kita semua.

 

Karena tanpa pendidikan, Indonesia hanya akan merdeka secara simbol. Tapi dengan pendidikan, Indonesia akan merdeka secara hakiki bersatu, berdaulat, rakyat sejahtera, dan benar-benar maju. Semoga!

 

(Pewarta: Ajang S)

Pos terkait