KRIMSUS86.COM/ KARAWANG –
Seorang karyawan PT Chang Shin Indonesia (CSI) Karawang, Kintan Juniarsari, meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan kerja dan mendapat perawatan medis di RS Fikri Medika. Tragedi ini memicu sorotan publik terkait prosedur keselamatan kerja (K3) di perusahaan tersebut dan tudingan malpraktik di rumah sakit setempat. Pengamat kebijakan pemerintah dan sosial Asep Agustian (dikenal sebagai Askun) mendesak polisi mengusut tuntas peristiwa ini sampai “terang benderang”.
Askun juga menyoroti efektivitas SOP K3 PT CSI, serta mendesak pihak berwenang memastikan penyebab pasti kematian korban.
Kecelakaan terjadi Selasa pagi (22/4/2025) di pabrik PT Chang Shin Karawang. Saat itu jari Kintan terjepit mesin produksi hingga putus. Korban awalnya dirawat di klinik perusahaan, kemudian dirujuk ke RS Fikri Medika untuk menjalani operasi kecil. Pasca operasi, Kintan mengalami muntah akibat efek anestesi dan meninggal dunia di rumah sakit. Keluarga korban menyatakan heran karena Kintan harus dibius total padahal luka yang dideritanya hanya berupa cedera di ujung jari. Kejadian ini memicu spekulasi netizen yang menuding adanya kejanggalan dalam prosedur medis, termasuk dugaan pemberian dosis obat bius berlebihan.
Menanggapi kecelakaan tersebut, Askun meminta polisi memeriksa semua pihak terkait secara menyeluruh. Ia menekankan bahwa pejabat yang berada di lokasi kejadian, mulai dari manajer hingga supervisor atau mandor pabrik.
“harus turut diperiksa dimintai keterangan karena terjadi laka kerja”. Ucapnya .
Askun mempertanyakan apakah SOP K3 di PT CSI selama ini dijalankan dengan baik.
“K3-nya itu betul-betul jalan atau tidak, kalau apabila tidak jalan, jelaskan apa alasannya,” tegasnya.
Menurut Askun, karyawan adalah aset perusahaan yang seharusnya mendapat perlindungan maksimal; bila SOP K3 tak efektif, perusahaan harus bertanggung jawab.
Askun juga mengungkapkan kecurigaan adanya kesalahan medis. Ia menyoroti bahwa korban disebut hanya mengalami luka di jari tangan, namun justru diberi anestesi total.
“Apabila ketika korban ditangani medis, yang kabarnya korban diberi obat bius tetapi kemudian korban tidak berselang lama meninggal dunia maka patut diduga terjadi malpraktik, karena kecelakaan yang dialami korban hanya luka terjadi di jari tangan,” ujarnya.
Sehubungan itu, Askun meminta keluarga korban agar melakukan autopsi.
“Maka RS Fikri itu juga wajib diperiksa. Saya meminta kepada pihak keluarga korban kalau ingin masalah ini terang benderang maka lakukan autopsi terhadap korban, apakah terjadi kelebihan dosis (obat bius) atau yang lainnya, jangan sampai RS Fikri lepas tangan,” tegas Askun.
Karena kasus ini sudah viral, Askun menuntut agar pihak kepolisian transparan dalam penyelidikan. Ia meminta polisi memberikan kejelasan secara detil kepada keluarga dan masyarakat apa yang sesungguhnya yang menjadi penyebab korban sampai meninggal dunia.
“Bukan sekadar hanya memberikan bantuan dan sumbangsih lainnya kepada keluarga korban, tapi buka juga masalah ini agar terang benderang,” tambahnya.
Desakan ini mencerminkan harapan masyarakat agar hasil penyelidikan polisi diumumkan terbuka, bukan hanya penanganan administratif seperti santunan.
Aspek lain yang disoroti Askun adalah dugaan keterlibatan tenaga kerja asing (TKA) di PT CSI. Ia meminta agar legalitas seluruh TKA di perusahaan tersebut diperiksa.
“Mereka juga harus diperiksa legalitas KITAS-nya, apakah sesuai aturan atau tidak,” kata Askun.
Ia bahkan mendesak Imigrasi dan Disnakertrans Karawang agar melakukan pemeriksaan langsung di lokasi.
“Tongkrongin terus pabriknya oleh mereka… betul enggak tenaga kerja asingnya tercatat legal,” ujarnya menegaskan.
Langkah ini dimaksudkan untuk memastikan status hukum pekerja asing yang diduga bekerja di pabrik, apakah memenuhi peraturan atau tidak.
Para pihak terkait, termasuk manajemen PT CSI dan RS Fikri Medika, belum memberikan keterangan resmi. DPRD Karawang dan dinas ketenagakerjaan dilaporkan akan memanggil perusahaan serta pihak rumah sakit guna mengecek pelanggaran K3 maupun prosedur medis. Hingga saat ini penyelidikan masih berlangsung, sementara publik dan keluarga korban menunggu hasil yang transparan.
(JJ)*